Minggu, 06 November 2016

analisis puisi AKU (chairil anwar)





AKU
Kalau sampai waktu
Ku mau tak seorangpun kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari....Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
                                                (Chairil Anwar)
Maret 1943
a.       Jenis Puis
Puisi Aku termasuk jenis puisi lirik, yaitu puisi yang berisi luapan batin individu atau penyairnya dengan segala macam endapa, pengalaman,sikap maupun suasana batin sang penyair.

b.      Analisis dan Gaya Bahasa
Kalau sampai waktuku
 adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan yang dibatasi oleh waktu. Chairil juga memberikan awalan kata ‘kalau’ yang berarti sebuah pengandaian. Jadi, Charil berandai-andai tentang suatu masa saat ia sampai pada apa yang ia cari selama ini.

Ku mau tak seorang kan merayu
Ia tahu bahwa dengan menuliskan puisi Aku ini akan memunculkan banyak protes dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan penyair. inilah watak Charil sangat tampak mewarnai sajaknya. Bahkan ketidak peduliannya itu lebih dipertegas pada lirik selanjutnya pada kutipan.




Tidak juga kau
 adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk.
-          Istilah ini menggunakan Majas Pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang telah jelas sehingga keterangan tersebut sebenarnya tidak diperlukan.
-           
Tak perlu sedu sedan itu
Dia mengatakan tidak perlu bersikap lemah atau sedih seperti itu.
-          Istilah ini menggunakan majas hiperbola, yang mana hiperbola itu suatu majas yang bisa disebut juga sebagai ungkapan pengeras, bahasa ini menggatikan kata sederhana menjadi luar biasa. 

Aku ini binatang jalan
 ia ingin menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar.
-          Istilah ini menunjukan bahwa terdapat gaya bahasa simbolik yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Dalam kalimat ini menyatakan dengan jelas bahwa penulislah yang seolah-olah menjadi ukuraan masyarakat pada masanya.

Dari kumpulannya terbuang
dari kumpulannya terbuang karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya.
-          apa bila kalimat ini digabungkan dengan kalimat di ata, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat majas fable. Yang menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.

Biar peluru menembus kulitku
bait tersebut tergambar bahwa Chairil sedang ‘diserang’ dengan adanya ‘peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”.
-          Istilah ini menggunakan majas alusio. Yang dimana majas ini menyatakan bahwa pemakaian ungkapan yang memang sudah tidak asing lagi untuk diperdengarkan. Pada kalimat “ Menembus kulitku”.

Aku tetap meradang menerjang.
Meskipun dalam keadan diserang dan terluka, Chairil masih memberontak
ia terus melawan.
-          istilah ini menggunakan majas sinestesia. Yang menyatakan berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.

Luka dan bisa kubawa berlari....Berlari
seperti binatang liar yang sedang diburu. Ia terus berlari dan berlari, Selain itu lirik ini juga menunjukkan sikap Chairil yang tak mau mengalah..
-          istilah ini menggunakan majas sinestesia. Yang menyatakan berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya
Hingga hilang pedih peri
Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan, hingga semuanya hilang dan tidak terdengar lagi.
-          Istilah ini menggunakan majas simbolik. Kata “ Pedih “ yang berarti melambangkan mata sebagai tujuan maksud dari bait tersebut, dan kata “ Perih “ yang berarti melambangkan indra peraba. Perih dilambangkan sebagai lambang perasaan seseorang ketika  menggunakan indra perabanya.

Dan aku akan lebih tidak perduli
bait ini seolah menjadi penutup dari puisi tersebut. Sebagaimana sebuah karya tulis, penutup terdiri atas kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah ‘Dan aku akan lebih tidak perduli’ ia tetap tidak mau peduli.

Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang diinginkannya.
-          Istilah inimenggunakan majas alegori.
Yang mana majas ini menyatakan dengan cara lain, kiasan, dan penggambaran tentang sesuatu. Istilah “Aku igin hidup seribu tahun lagi “ menyatakan bahwa penulis ingin merasakan kehidupan yang lebih lama lagi dari sisa masa hidupnya sekarang.

c.       Amanat
-          Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun   rintangan menghadang.
-          Manusia harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannya saja.
-          Manusia harus mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya
-          Dan jangan pernah memandang orang dari baik dan buruknya saja




Tidak ada komentar:

Posting Komentar