AKU
Kalau sampai waktu
Ku mau tak seorangpun kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sedu sedan itu
Ku mau tak seorangpun kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari....Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil
Anwar)
Maret 1943
a.
Jenis Puis
Puisi
Aku termasuk jenis puisi lirik, yaitu puisi yang berisi luapan batin individu
atau penyairnya dengan segala macam endapa, pengalaman,sikap maupun suasana
batin sang penyair.
b.
Analisis
dan Gaya Bahasa
Kalau sampai waktuku
adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan
yang dibatasi oleh waktu. Chairil juga memberikan awalan kata ‘kalau’ yang
berarti sebuah pengandaian. Jadi, Charil berandai-andai tentang suatu masa saat
ia sampai pada apa yang ia cari selama ini.
Ku mau tak seorang kan
merayu
Ia tahu bahwa dengan
menuliskan puisi Aku ini akan memunculkan banyak protes dari berbagai kalangan,
terutama dari kalangan penyair. inilah watak Charil sangat tampak mewarnai
sajaknya. Bahkan ketidak peduliannya itu lebih dipertegas pada lirik
selanjutnya pada kutipan.
Tidak juga kau
adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini.
Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah
mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk.
-
Istilah ini menggunakan Majas Pleonasme adalah
majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang telah jelas sehingga
keterangan tersebut sebenarnya tidak diperlukan.
-
Tak perlu sedu sedan
itu
Dia mengatakan tidak
perlu bersikap lemah atau sedih seperti itu.
-
Istilah ini menggunakan
majas hiperbola, yang mana hiperbola itu suatu majas yang bisa disebut juga
sebagai ungkapan pengeras, bahasa ini menggatikan kata sederhana menjadi luar
biasa.
Aku ini binatang jalan
ia ingin menggambar seolah seperti binatang
yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang
mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar.
-
Istilah ini menunjukan
bahwa terdapat gaya bahasa simbolik yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan
simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Dalam kalimat ini menyatakan
dengan jelas bahwa penulislah yang seolah-olah menjadi ukuraan masyarakat pada
masanya.
Dari kumpulannya
terbuang
dari kumpulannya
terbuang karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya.
-
apa bila kalimat ini
digabungkan dengan kalimat di ata, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat majas
fable. Yang menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir
dan bertutur kata.
Biar peluru menembus
kulitku
bait tersebut tergambar
bahwa Chairil sedang ‘diserang’ dengan adanya ‘peluru menembus kulit’, tetapi
ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”.
-
Istilah ini menggunakan
majas alusio. Yang dimana majas
ini menyatakan bahwa pemakaian ungkapan yang memang sudah tidak asing lagi
untuk diperdengarkan. Pada kalimat “ Menembus kulitku”.
Aku tetap meradang
menerjang.
Meskipun dalam keadan
diserang dan terluka, Chairil masih memberontak
ia terus melawan.
-
istilah ini menggunakan
majas sinestesia. Yang menyatakan berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra
yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Luka dan bisa kubawa berlari....Berlari
seperti binatang liar
yang sedang diburu. Ia terus berlari dan berlari, Selain itu lirik ini juga
menunjukkan sikap Chairil yang tak mau mengalah..
-
istilah ini menggunakan
majas sinestesia. Yang menyatakan berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra
yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya
Hingga hilang pedih peri
Semua cacian dan
berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan, hingga
semuanya hilang dan tidak terdengar lagi.
-
Istilah ini menggunakan majas simbolik. Kata “ Pedih “ yang
berarti melambangkan mata sebagai tujuan maksud dari bait tersebut, dan kata “
Perih “ yang berarti melambangkan indra peraba. Perih dilambangkan sebagai
lambang perasaan seseorang ketika
menggunakan indra perabanya.
Dan aku akan lebih tidak perduli
bait ini seolah menjadi
penutup dari puisi tersebut. Sebagaimana sebuah karya tulis, penutup terdiri
atas kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah ‘Dan aku akan lebih tidak
perduli’ ia tetap tidak mau peduli.
Aku mau hidup seribu
tahun lagi
Chairil berharap bahwa
ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang
diinginkannya.
-
Istilah inimenggunakan
majas alegori.
Yang mana majas ini
menyatakan dengan cara lain, kiasan, dan penggambaran tentang sesuatu. Istilah
“Aku igin hidup seribu tahun lagi “ menyatakan bahwa penulis ingin merasakan
kehidupan yang lebih lama lagi dari sisa masa hidupnya sekarang.
c.
Amanat
-
Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang
mundur meskipun rintangan menghadang.
-
Manusia harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak
hanya menonjolkan kelebihannya saja.
-
Manusia harus mempunyai semangat untuk maju dalam
berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya
-
Dan jangan pernah memandang orang dari baik dan
buruknya saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar